Jumat, 13 April 2018

ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI# (M2) : HUKUM PERDATA, HUKUM PERIKATAN, DAN HUKUM PERJANJIAN


Nurul Utami
25216639
Aspek Hukum Dalam Ekonomi# / IT-022209

1.  Hukum Perdata
a.  Pengertian Hukum Perdata
Hukum perdata merupakan hukum atau ketentuan yang mengatur kewajiban, hak-hak, dan kepentingan antar individu dalam masyarakat yang bersifat privat (tertutup). Hukum perdata biasa disebut dengan hukum privat. Hukum perdata fungsinya untuk menangani kasus yang bersifat privat atau pribadi. Contohnya  seperti  hukum tentang warisan, hukum tentang perceraian, hukum tentang pencemaran nama baik dan hukum perikatan. Hukum perdata memiliki tujuannya adalah untuk menyelesaikan konflik atau masalah  yang terjadi diantara kedua belah pihak. Hukum perdata terjadi ketika seseorang mendapatkan suatu kasus yang bersifat privat (tertutup). Hukum perdata terjadi bila ketika suatu pihak melaporkan pihak lain yang terkait ke pihak yang berwajib atas suatu kasus yang hanya menyangkut kedua individu tersebut.

b.  Tujuan Hukum Perdata
Tujuan Hukum perdata adalah memberikan perlindungan hukum untuk mencegah tindakan main hakim sendiri dan untuk menciptakan suasana yang tertib. Atau dengan kata lain tujuan hukum perdata adalah untuk mencapai suasan yang tertib hukum dimana seseorang mempertahankan haknya melalui badan peradilan sehingga tidak terjadi tindakan sewenang-wenang.
Hukum perdata memiliki sifat yang memaksa dan mengatur. Dalam pengertian ini, disebut memaksa karena jika terjadi suatu proses acar perdata dipengadilan maka ketentuan tidak dapat dilanggar melainkan harus ditaati oleh para pihak (kalau tidak ditaati berakibat merugikan bagi pihak yang berperkara). Sedangkan bersifat mengatur, maksudnya semua tindakan dan perbuatan diatur didalam hukum, termasuk mengenai sanksi-sanksinya, dan dijadikan sebagai alat untuk menundukkan masyarakat.

c.  Fungsi Hukum Perdata
Fungsi Hukum Acara Perdata yaitu, Memberikan perlindungan hukum dalam kegiatan keperdataan dan memberikan kepastian hukum dalam keperdataan. Contohnya : Adhitia memiliki sebuah mobil, kemudian di suatu malam, mobil tersebut dicuri oleh Rienaldy, sehingga jelas di mata hukum perdata bahwa Adhitia adalah korban, sedangkan Rienaldy adalah tersangka, dan Rienaldy pun diberikan hukuman. Sehingga jelas dapat dikatakan hukum perdata itu memberikan kepastian hukum.

2.  Hukum Perikatan
a.  Pengertian Hukum Perikatan
Hukum perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers onal law).
Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Beberapa sarjana juga telah memberikan pengertian mengenai perikatan. Pitlo memberikan pengertian perikatan yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian. Contohnya; perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yang sangat tinggi sehingga menutupi sinar matahari atau sebuah perjanjian agar memotong rambut tidak sampai botak.

b.  Tujuan Hukum Perikatan
Tujuan hukum perikatan adalah untuk melindungi antara kedua belah pihak agar perikatan yang dilakukan sesuai dengan undang-undang kesusilaan, dan tata aturan umum yang berlaku agar tidak terjadi penipuan didalam kegiatan kerja sama tersebut. Apabila salah satu pihak ingkar dari ketetapan yang telah ditentukan, maka dengan dibuatnya hukum perikatan pihak yang dirugikan dapat melaporkannya kepada pihak yang berwajib atas itu.

c.  Fungsi Hukum Perikatan
Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan yang dimaksud dengan sistem terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak,inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harushalal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.

3.  Hukum Perjanjian
a.  Pengertian Hukum Perjanjian
Dalam hukum asing dijumpai istilah overeenkomst (bahasa Belanda), contract /agreement (bahasa Inggris), dan sebagainya yang merupakan istilah yang dalam hukum kita dikenal sebagai ”kontrak” atau ”perjanjian”. Umumnya dikatakan bahwa istilah-istilah tersebut memiliki pengertian yang sama, sehingga tidak mengherankan apabila istilah tersebut digunakan secara bergantian untuk menyebut sesuatu konstruksi hukum. Istilah kontrak atau perjanjian dapat kita jumpai di dalam KUHP, bahkan didalam ketentuan hukum tersebut dimuat pula pengertian kontrak atau perjanjian. Disamping istilah tersebut, kitab undang-undang juga menggunakan istilah perikatan, perutangan, namun pengertian dari istilah tersebut tidak diberikan. Pada pasal 1313 KUHP merumuskan pengertian perjanjian, adalah : suatu perbuatan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Namun para ahli hukum mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai pengertian perjanjian, Abdulkadir Muhammad mengemukakan bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan. Ahli hukum lain mengemukakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seseorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal yang menimbulkan perikatan berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Menurut J.Satrio perjanjian dapat mempunyai dua arti, yaitu arti luas dan arti sempit, dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak termasuk didalamnya perkawinan, perjanjian kawin, dll, dan dalam arti sempit perjanjian disini berarti hanya ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja, seperti yang dimaksud oleh buku III kitab undang-undang hukum perdata.

b.  Tujuan Hukum Perjanjian
Tujuan perjanjian layaknya membuat undang-undang, yaitu mengatur hubungan hukum dan melahirkan seperangkat hak dan kewajiban. Bedanya, undang-undang mengatur masyarakat secara umum, sedangkan perjanjian hanya mengikat pihak-pihak yang memberikan kesepakatannya. Karena setiap orang dianggap melek hukum, maka terhadap semua undang-undang masyarakat telah dianggap mengetahuinya, sehingga bagi mereka yang melanggar, siapapun, tak ada alasan untuk lepas dari hukuman.
Demikian pula perjanjian, bertujuan mengatur hubungan-hubungan hukum namun sifatnya privat, yaitu hanya para pihak yang menandatangani perjanjian itu saja yang terikat. Jika dalam pelaksanaannya menimbulkan sengketa, perjanjian itu dapat dihadirkan sebagai alat bukti di pengadilan guna menyelesaikan sengketa. Perjanjian membuktikan bahwa hubungan hukum para pihak merupakan sebuah fakta hukum, yang dengan fakta itu kesalahpahaman dalam sengketa dapat diluruskan, bagaimana seharusnya hubungan itu dilaksanakan dan siapa yang melanggar.

c.  Fungsi Hukum Perjanjian
Fungsi perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fungsi yurudis dan fungsi ekonomis. Fungsi yurudis perjanjian adalah dapat memberikan kepastian hukum para pihak, sedangkan fungsi ekonomis adalah menggerakkan (hak milik) sumber daya dari nilai penggunaan yang lebih rendah menjadi nilai yang lebih tinggi. Biaya dalam Pembuatan Perjanjian Biaya penelitian, meliputi biaya penentuan hak milik yang mana yang diinginkan dan biaya penentuan bernegosiasi, Biaya negosiasi, meliputi biaya persiapan, biaya penulisan kontrak, dan biaya tawar-menawar dalam uraian yang rinci, Biaya monitoring, yaitu biaya penyelidikan tentang objek, Biaya pelaksanaan, meliputi biaya persidnagan dan arbitrase, Biaya kekliruan hukum, yang merupakan biaya sosial. 

4.  Contoh Kasus
a.  Contoh Kasus Hukum Perdata
Kasus Temasek 
Keputusan KKPU atas kepemilikan silang (cross ownership) Temasek Holding (TH) masih menjadi berita hangat. Keputusan yang menimbulkan kontroversi itu tampaknya akan berbuntut panjang dengan upaya Temasek memperkarakan keputusan KPPU tersebut pada semua forum hukum yang tersedia dengan alasan pertimbangan yang mendasari keputusan itu memiliki banyak kelemahan. Bila dicermati, berbagai kelemahan pertimbangan yang dikemukakan Temasek tampaknya tidak beralasan. Sebagai contoh, pernyataan Direktur Eksekutif Temasek Simon Peres yang menyatakan perusahaan itu tidak memiliki saham di Telkomsel dan Indosat. Pernyataan itu sepintas lalu ada benarnya. Ini karena secara langsung Temasek tidak memiliki saham pada kedua operator seluler itu. Namun, lewat Singtel dan STT yang notabene merupakan anak-anak perusahaannya. Temasek mengantongi saham Telkomsel maupun Indosat masing masing sebesar 35 persen dan 41,9 persen. Dengan demikian, amat aneh bila Temasek beranggapan tidak memiliki saham di Telkomsel dan Indosat. Kepemilikan saham pada satu atau beberapa perusahaan yang bisnisnya sejenis atau tidak lewat anak-anak perusahaan merupakan hal yang lazim dan secara yuridis tidak terlarang dalam berbisnis, baik secara nasional maupun multinasional. Yang dilarang apabila kepemilikan saham pada suatu perusahaan, baik secara langsung maupun lewat anak perusahaannya, menimbulkan penguasaan pasar pada satu jenis barang atau jasa tertentu secara dominan sebagaimana diatur diPasal 27 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

b.  Contoh Kasus Hukum Perikatan
Pada permulaan PT Surabaya Delta Plaza (PT SDP) dibuka dan disewakan untuk pertokoan, pihak pengelola merasa kesulitan untuk memasarkannya.  Salah satu cara untuk memasarkannya adalah secara persuasif mengajak para pedagang meramaikan komplek pertokoan di pusat kota Surabaya itu.  Salah seorang diantara pedagang yang menerima ajakan PT surabaya Delta Plaza adalah Tarmin Kusno, yang tinggal di Sunter-Jakarta.
Tarmin memanfaatkan ruangan seluas 888,71 M2 Lantai III itu untuk menjual perabotan rumah tangga dengan nama Combi Furniture.  Empat bulan berlalu Tarmin menempati ruangan itu, pengelola SDP mengajak Tarmin membuat “Perjanjian Sewa Menyewa” dihadapan Notaris.  Dua belah pihak bersepakat mengenai penggunaan ruangan, harga sewa, Service Charge, sanksi dan segala hal yang bersangkut paut dengan sewa menyewa ruangan.  Tarmin bersedia membayar semua kewajibannya pada PT SDP, tiap bulan terhitung sejak Mei 1988 s/d 30 April 1998 paling lambat pembayaran disetorkan tanggal 10 dan denda 2 0/00 (dua permil) perhari untuk kelambatan pembayaran.  Kesepakatan antara pengelola PT SDP dengan Tarmin dilakukan dalam Akte Notaris Stefanus Sindhunatha No. 40 Tanggal 8/8/1988.
Tetapi perjanjian antara keduanya agaknya hanya tinggal perjanjian.  Kewajiban Tarmin ternyata tidak pernah dipenuhi, Tarmin menganggap kesepakatan itu sekedar formalitas, sehingga tagihan demi tagihan pengelola SDP tidak pernah dipedulikannya.  Bahkan menurutnya, Akte No. 40 tersebut, tidak berlaku karena pihak SDP telah membatalkan “Gentlement agreement” dan kesempatan yang diberikan untuk menunda pembayaran.  Hanya sewa ruangan, menurut Tarmin akan dibicarakan kembali di akhir tahun 1991.  Namun pengelola SDP berpendapat sebaliknya.  Akte No. 40 tetap berlaku dan harga sewa ruangan tetap seperti yang tercantum pada Akta tersebut.
Hingga 10 Maret 1991, Tarmin seharusnya membayar US$311.048,50 dan Rp. 12.406.279,44 kepada PT SDP.  Meski kian hari jumlah uang yang harus dibayarkan untuk ruangan yang ditempatinya terus bertambah, Tarmin tetap berkeras untuk tidak membayarnya.  Pengelola SDP, yang mengajak Tarmin meramaikan pertokoan itu. Pihak pengelola SDP menutup COMBI Furniture secara paksa.  Selain itu, pengelola SDP menggugat Tarmin di Pengadilan Negeri Surabaya.

c.  Contoh Kasus Hukum Perjanjian
d.     Perjanjiian antara penyewara rumah dengan pemilik rumah

Untuk mendapatkan rumah tempat berlindung, seseorang dapat menyewa rumah orang lain. Untuk itu diawali dengan membuat perjanjian sewa-menyewa antara pihak pemilik rumah dengan pihak penyewa. Perjanjian ini dapat dibuat secara lisan dapat pula secara tertulis. Selanjutnya sewa-menyewa rumah itu dilaksanakan sesuai dengan perjanjian sewa-menyewa yang telah dibuat.
Salah satu ketentuan sewa-menyewa yang lazim dibuat adalah pihak penyewa dilarang menyewakan ulang rumah sewa kepada pihak lain. Hal ini untuk mencegah terjadinya kerugian pada pihak pemilik rumah disebabkan perbuatan tidak bertanggung jawab pihak penyewa kedua, berupa perusakan rumah, penggunaan rumah untuk praktek asusila, dan lain-lain. Tentunya, pemilik rumah berharap, rumah yang disewakannya bermanfaat tanpa mendatangkan masalah dikemudian hari. Pelanggaran atas hal tersebut memberi hak kepada pemilik rumah untuk meminta kembali rumahnya dari pihak penyewa. Dengan kata lain pemilik rumah sewa berhak untuk membatalkan perjanjian sewa-menyewa rumah yang telah dibuatnya bersama penyewa.
Setelah pembatalan perjanjian, pihak pemilik rumah berhak mendapatkan kembali rumahnya tanpa harus mengembalikan biaya sewa. Akan tetapi hal ini sering kali tidak diterima oleh pihak penyewa. Mereka menganggap dihentikannya sewa, maka membuat mereka berhak untuk mendapatkan kembali biaya sewa yang telah diserahkan kepada pemilik rumah, sebagaimana kasus berikut ini.
Di Villa Bintaro Regency Nomor 12A RT 1 RW2 Kelurahan Pondok Kacang Timur, Kecamatan Pondok Aren, Kabupaten Tangerang, Banten, penyewa rumah (selanjutnya disebut Penyewa 1) menyewakan kembali rumah yang disewanya kepada pihak lain (selanjutnya disebut Penyewa 2) tanpa sepengetahuan pemilik rumah. Hal ini membuat pemilik rumah merasa dirugikan, karena dalam perjanjian yang disepakati, rumah yang disewa tersebut akan dipakai sendiri oleh penyewa. Oleh karena itulah pemilik rumah sewa meminta Penyewa 2 untuk mengosongkan rumah karena dianggap tidak berhak berada di rumah itu.
Penyewa 2 yang merasa tidak bersalah, karena tidak mengetahui duduk perkara permasalahan, tidak mau pergi dari rumah. Akhirnya setelah dijelaskan duduk perkaranya, Penyewa 2 mau pergi dari rumah, jika uang sewa yang telah diberikannya kepada Penyewa 1, dikembalikan lagi utuh oleh pemilik rumah. Akan tetapi pemilik rumah tidak mau mengembalikan uang sewa, karena merasa tidak pernah menerima uang itu dan menyatakan bahwa pihak yang harus mempertanggungjawabkan hal tersebut adalah Penyewa 1.
Penyewa 1 sendiri mau mengembalikan biaya sewa Penyewa 2, jika pemilik rumah mengembalikan biaya sewa yang telah diberikannya sebelumnya. Penyewa 1 merasa bahwa pembatalan perjanjian sewa-menyewa secara sepihak oleh pemilik rumah, membuat pemilik rumah wajib mengembalikan keadaan seperti semula dengan cara mengembalikan uang sewa dan menganggap perjanjian sewa itu tidak pernah ada.
Menurut saya   penyewa pertama tidak mempunyai hak menyewakan rumah yang telah dia sewa kepada penyewa kedua, karena dalam hal sewa menyewa, penyewa pertama tidak mempunyai hak milik sepenuhnya atas rumah tersebut melainkan hanya memiliki hak pakai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan dengan pemilik rumah, jadi penyewa pertama tidak dapat berbuat bebas dalam arti mengambil keputusan atas rumah tersebut.


Referensi

 

Nurul Utami Template by Ipietoon Cute Blog Design