KAJIAN EKONOMI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN
2015
DOSEN : ANTONI, SE., MM
Disusun Oleh:
Kelas : 1EB17
Kelompok 6
1. Nurul Utami 25216639
2. Ratih Rahmawati 26216098
3. Rifa Hana Zaimah 26216366
4. Reza Adliansyah 26216248
5. Riyan Setiawan 26216525
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2017/2018
PENDAHULUAN
Keberhasilan
pembangunan suatu daerah bisa dilihat laju pertumbuhan ekonominya. Oleh sebab
itu, setiap daerah selalu menetapkan target laju pertumbuhan yang tinggi
didalam perencanaan dan tujuan pembangunan daerahnya.Secara sederhana
pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perubahan dari Produk Domestik Bruto
(PDB) di tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di tingkat
daerah dari tahun ke tahun. Suatu ekonomi dikatakan mengalami pertumbuhan yang
berkembang apabila tingkat kegiatan ekonominya lebih tinggi dari pada apa yang
dicapai pada masa sebelumnya. Secara teoritis dikatakan bahwa semakin tinggi
tingkat pendapatan suatu masyarakat, semakin baik tingkat kesejahteraannya.
Hal
yang terpenting dalam pembangunan daerah adalah bahwa daerah tersebut mampu
mengidentifikasi setiap potensi sektor-sektor potensial yang dimilikinya,
kemudian menganalisisnya untuk membuat sektor-sektor tersebut memiliki nilai
tambah bagi pembangunan ekonomi daerah. Perencanaan pembangunan mempunyai
peranan yang sangat besar sebagai alat untuk mendorongdan mengendalikan proses
pembangunan secara lebih cepat dan terarah. Realisasi tujuan pembangunan harus
dilaksanakan secara tepat, komprehensif dan terintegrasimulai dari aspek
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sehingga otonomi yang diberikan kepada
daerah akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sehingga salah satu
upaya yang dilakukan yaitu melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Jawa
Timur sebagai salah satu propinsi di Indonesia yang terletak di pulau Jawa juga
tidak terlepas dari masalah ketimpangan pembangunan ekonomi. Propinsi Jawa
Timur yang terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kota ini tentu saja memiliki
berbagai persoalan yang harus diselesaikan, diantaranya adalah masalah
pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan distribusi pendapatan. Aspek pemerataan
pendapatan merupakan hal yang penting untuk dipantau, karena pemerataan hasil
pembangunan merupakan salah satu strategi dan tujuan pembangunan nasional di
Indonesia. Sehingga dalam prakteknya bagaimana proses pembangunan yang terjadi
di daerah tersebut dapat dimaksimalkan dan menekan nilai ketimpangan
pembangunan tesebut kearah pemerataan pembangunan ekonomi dengan memaksimalkan
sektor-sektor ekonomi yang mempunyai nilai keunggulan kompetitif di setiap
daerah untuk dikembangkan.
1.
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Perekonomian
Jawa Timur pada triwulan III 2015 mencatat perbaikan pertumbuhan dibanding
triwulan sebelumnya. Berdasarkan tahun dasar
2010, perekonomian Jawa Timur pada triwulan III 2015 tumbuh 5,44% (yoy),
meningkat dibanding triwulan II 2015 tumbuh sebesar 5,25% (yoy), serta lebih
tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Jawa dan Nasional yang masing-masing
tumbuh 5,39% (yoy) dan 4,73% (yoy). Jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi
lain di Pulau Jawa, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada triwulan laporan berada
di posisi tertinggi kedua setelah DKI Jakarta yang mencatat laju 5,96% (yoy).
Sementara itu besarnya skala ekonomi Jawa Timur juga
terlihat dari pangsanya terhadap perekonomian nasional yang mencapai 14,71%,
menempati posisi terbesar kedua setelah DKI Jakarta yang mendominasi 16,99%
perekonomian nasional. Pangsa ekonomi Jawa Timur tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan pangsa triwulan II 2015 yang mencatat angka sebesar 14,59%.
Peningkatan pangsa ekonomi tersebut terutama disebabkan oleh cukup kuatnya
pertumbuhan sektor Industri Pengolahan Jawa Timur dan peningkatan permintaan
ekspor luar negeri di saat terjadi pelemahan di sektor tersebut secara
nasional.
Dari sisi permintaan,
pendorong utama peningkatan kinerja perekonomian Jawa Timur triwulan III 2015
adalah peningkatan konsumsi Pemerintah dan ekspor luar negeri, serta penurunan impor luar negeri. Konsumsi
Pemerintah tumbuh 9,00% (yoy), didorong oleh peningkatan realisasi belanja
proyek infrastruktur dan belanja pegawai. Peningkatan ekspor didukung oleh
perbaikan ekonomi Eropa (pertumbuhan ekonomi Euro Area meningkat dari 1,5%
(yoy) menjadi 1,6% (yoy), serta dibukanya kembali main gate impor perhiasan di
negara Swiss). Di sisi lain, pelemahan impor diindikasikan sejalan dengan
strategi perusahaan untuk melakukan subtitusi impor ke bahan baku lokal seiring
pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap USD.
Dari sisi penawaran,
mayoritas sektor mengalami pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya. Kinerja sektor Industri Pengolahan, sektor Konstruksi dan sektor
Penyediaan Akomodasi dan Makanan-Minuman mengalami peningkatan. Di sisi lain,
kinerja sektor Perdagangan relatif stabil, sedangkan sektor Pertanian,
Kehutanan dan Perikanan cenderung melambat. Peningkatan kinerja Industri
Pengolahan bersumber dari permintaan asing yang meningkat (terindikasi dari
peningkatan ekspor) di tengah konsumsi domestik yang masih lemah. Sementara
itu, pembangunan proyek infrastruktur dan residensial mampu menggerakkan sektor
Konstruksi. Peningkatan kinerja sektor Akomodasi dan Makanan-Minuman didorong
oleh meningkatnya frekuensi pertemuan, liburan sekolah dan Idul Fitri, sehingga
menyebabkan okupansi hotel meningkat. Sektor Perdagangan cenderung stabil
mengingat ekspor luar negeri meningkat namun di lain pihak terjadi penurunan
pada kinerja perdagangan antar daerah.
]2. Perkembangan
Inflasi
Inflasi Jawa
Timur pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 2,93% ( yoy ), lebih rendah
dibandingkan inflasi triwulan sebelumnya (3,71% yoy) dan terendah kedua di
Kawasan Jawa setelah setelah Provinsi DIY (2,77%, yoy), serta lebih rendah
dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 3,45% (yoy). Kelompok inti
merupakan penyumbang utama inflasi yaitu sebesar 2,12%, disusul oleh volatile
food sebesar 1,31%, dan kelompok administered prices sebesar -0,50%. Sementara
tekanan inflasi terbesar berasal dari kelompok volatile food (7,16%, yoy),
disusul oleh kelompok inti (3,48%, yoy), sedangkan administered prices justru
meredakan tekanan inflasi pada periode ini (-2,86%, yoy) seiring dengan adanya koreksi tarif administered, khususnya BBM dan
tarif angkutan darat dan udara.
Tekanan inflasi kelompok volatile food didorong oleh
tingginya permintaan akibat faktor seasonal Ramadhan dan Lebaran. Sementara
itu, tekanan pada komoditas inti bersumber dari kenaikan biaya pendidikan
seiring dengan dimulainya tahun ajaran baru, dan kenaikan upah tukang bukan
mandor. Adapun tekanan dari kelompok adminitered prices bersumber dari
komoditas rokok akibat kenaikan tarif cukai rokok. Meskipun demikian, tekanan
yang lebih tinggi dari komoditas ini tertahan oleh koreksi harga BBM dan tarif
listrik, serta turunnya tarif angkutan udara dan kereta api.
3. Perkembangan
Keuangan Daerah
Total
anggaran belanja fiskal Jawa Timur tahun 2016 mencapai Rp148,30 triliun,
meliputi belanja APBD Provinsi Jawa Timur sebesar Rp24,75 triliun (pangsa
16,69%), belanja APBD kabupaten/kota di Jawa Timur sebesar Rp83,78 triliun
(pangsa 56,49%) dan belanja APBN sebesar Rp39,77 triliun (pangsa 26,82%).
Realisasi
pendapatan APBD Provinsi Jawa Timur sampai dengan triwulan II 2016 mencapai
26,29%, sedikit lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya yang
sebesar 26,39%. Pencapaian realisasi pendapatan APBD tersebut didominasi oleh
realisasi penerimaan pajak daerah dan pendapatan transfer yang masingmasing
terealisasi sebesar 27,82% dan 23,76%. Sementara itu, realisasi pendapatan APBD
Kabupaten/Kota sebesar 46,69% sejalan dengan tingginya realisasi Pendapatan
Asli Daerah (PAD) dan transfer yang masing-masing mencapai 49,27% dan 46,22%.
Pada periode triwulan III 2015, PAD dan pendapatan
transfer mengalami realisasi yang lebih rendah dibandingkan historisnya. Dari
tiga komponen pendapatan, PAD memiliki pencapaian realisasi tertinggi yaitu
27,4%. Sementara pendapatan transfer hanya terealisasi 23,3%, dan lain-lain
pendapatan yang sah hanya 20,9%.
Anggaran pengeluaran Pemerintah Provinsi Jawa Timur
terbagi menjadi anggaran belanja dan anggaran transfer. Total anggaran keduanya
di tahun 2015 sebesar Rp24,36 triliun, meningkat 18,5% dari tahun 2014.
Anggaran belanja meningkat 19,1% dan anggaran transfer meningkat 17,6%. Berdasarkan komponennya, peningkatan tertinggi
pada anggaran belanja dialami oleh belanja modal, yakni sebesar 67,58%, disusul
Belanja Operasi sebesar 14,5%. Sementara itu komponen Belanja Tak Terduga turun
cukup besar hingga 58,2%. Hal ini mencerminkan meningkatnya kinerja perencanaan
dan penganggaran pengeluaran Pemerintah Provinsi Jawa Timur di tahun anggaran
2015.
Secara kumulatif sampai dengan triwulan III 2015,
anggaran belanja dan transfer Pemerintah Provinsi Jawa Timur terealisasi
sebesar Rp14,45 triliun atau 59,3% dari anggaran. Pencapaian ini lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun 2014, yang tercatat 53,2%. Total belanja
terealisasi sebesar 56,5% dan transfer sebesar 64,8%. Pencapaian ini relatif
baik, dan sejalan dengan akselerasi pertumbuhan konsumsi pemerintah dari 6,0%
di triwulan II 2015 menjadi 9,0% pada triwulan ini. Pada kelompok belanja,
realisasi tertinggi dicapai oleh Belanja Operasi yang mencapai 60,5% dan yang
terendah adalah belanja modal dengan realisasi 34,1%. Dari komponen transfer,
bantuan keuangan ke pemerintah daerah lainnya terealisasi 75,5%, dan bagi hasil
pendapatan ke kabupaten/kota terealisasi 58,0%. Realisasi keduanya melebihi
pencapaian di periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Dari komponen belanja operasi, belanja bunga memiliki
realisasi tertinggi, yakni sebesar 76,9%. Komponen terbesar belanja operasi
yaitu belanja hibah, terealisasi sebesar 63,1%. Realisasi belanja modal secara
kumulatif di triwulan III 2015 mencapai 34,1%, lebih tinggi dibandingkan
periode yang sama di tahun 2014, yang hanya mencapai 22,1%. Berdasarkan komponennya,
realisasi tertinggi terjadi pada belanja aset tetap lainnya yakni 55,1%.
Komponen belanja jalan, irigasi dan jaringan terealisasi cukup baik, yaitu
42,2%.
Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Kabupaten/Kota.
Total anggaran pendapatan yang dialokasikan oleh 38 kabupaten/kota di Jawa
Timur mencapai Rp74,58 triliun. Total nilai anggaran pendapatan ini cukup jauh
lebih besar dibanding anggaran pendapatan APBD Provinsi dan APBN yang
dialokasikan untuk Jawa Timur. Anggaran pendapatan terbesar dimiliki oleh
Pemerintah Kota Surabaya dengan nilai Rp6,5 triliun, sementara yang terkecil
adalah Pemerintah Kota Mojokerto dengan nilai Rp731 miliar.
Pendapatan
Transfer merupakan komponen pendapatan yang mendapat alokasi anggaran terbesar,
yakni Rp58,9 triliun. Besarnya dana transfer ini menandakan ketergantungan
fiskal pemerintah kabupaten/kota masih cukup tinggi terhadap Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Provinsi. Secara keseluruhan, derajat desentralisasi fiskal
untuk pemerintah kabupaten/kota di Jawa Timur hanya sebesar 16,9%. Derajat
desentralisasi fiskal tertinggi diraih oleh Kota Surabaya dengan rasio mencapai
54,0% dan terendah di Kabupaten Bangkalan sebesar 6,9%.
Secara kumulatif di triwulan III 2015, realisasi
pendapatan APBD Kabupaten/Kota mencapai 79,2%. Terdapat lonjakan realisasi yang
cukup signifikan dibandingkan semester I 2015, terutama pada komponen
pendapatan asli daerah yang mencapai 81,9% (semester I : 50,4%) dan pendapatan
transfer yang mencapai 79,9% (semester I : 50,50%) sampai dengan triwulan ini.
Sementara itu, realisasi komponen lain-lain pendapatan yang sah relatif sudah
tinggi di semester I 2015, sehingga tidak terdapat lonjakan realisasi yang
signifikan di triwulan III. Tingginya realisasi PAD didorong oleh pendapatan
retribusi dan lain lain PAD yang sah.
Komponen pendapatan pajak daerah masih terealisasi cukup rendah di tengah kondisi
perekonomian yang masih lemah, hanya 59,7% secara kumulatif triwulan III
2015. Secara kumulatif di triwulan III
2015, kabupaten/kota dengan realisasi pendapatan tertinggi adalah Kabupaten
Tulungagung, dengan realisasi sebesar 101,3%. Hampir semua komponen anggaran
pendapatan Kabupaten Tulungagung pada triwulan ini terealisasi di atas 100%,
dengan realisasi tertinggi pada komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang
sudah terealisasi 120,1%. Komponen terbesar PAD tersebut adalah berupa
Lain lain (67% dari PAD) bahkan sudah
terealisasi sebesar 125,7%. Sementara itu, Kabupaten Pacitan merupakan wilayah
dengan realisasi pendapatan terendah secara kumulatif triwulan III 2015 yaitu
hanya mencapai 45% dari total anggaran. Pendapatan asli daerah Pacitan
sebenarnya sudah terealisasi sebesar 91,4%. Namun demikian, anggaran pendapatan
transfer dengan nominal anggaran
mencapai 92% dari total anggaran pendapatan hanya terealisasi 40,0%.
Sampai dengan triwulan II 2016, realisasi anggaran
belanja APBD Provinsi Jawa Timur mencapai 21,35%, dengan realisasi terbesar
pada belanja operasi (22,22%). Anggaran belanja APBD kabupaten/kota terealisasi
sebesar 33,90%, sedangkan belanja APBN terealisasi sebesar 38,56%. Kota Blitar
menjadi Kapupaten/ Kota dengan realisasi belanja terbesar di triwulan ini,
yaitu 42,05%, sedangkan realisasi terendah terjadi di Kota Mojokerto yaitu
sebesar 7,59%.
4. Stabilitas
Keuangan Daerah dan Pengembangan UMKM
Aset perbankan tercatat sebesar Rp549,12 triliun atau
tumbuh 7,13% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (8,64%, yoy).
Meskipun demikian, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan penyaluran kredit
mengalami peningkatan yang lebih tinggi dibanding triwulan I 2016. Kredit
berdasarkan lokasi bank meningkat sebesar 8,06% (yoy) di triwulan ini, lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya ( (7,40%, yoy), sedangkan DPK meningkat
sebesar 8,72% (yoy), dari 8,42%, yoy). Laju pertumbuhan kredit yang lebih
tinggi dari pertumbuhan DPK mendorong peningkatan LDR dari 86,44% menjadi
88,20% atau masih memberikan ruang likuiditas yang memadai bagi perbankan untuk
melakukan ekspansi. Sementara itu, risiko kredit atau Non Performing Loan (NPL)
relatif stabil di level 2,32%. Adapun penyaluran kredit berdasarkan lokasi
proyek juga menunjukkan peningkatan sebesar 8,12% (yoy) dari 7,54% (yoy), dengan
NPL yang meningkat namun masih di bawah threshold yaitu dari 2,37% menjadi
2,50%.
Sejalan dengan peningkatan kredit pada triwulan II
2016, kredit korporasi turut meningkat menjadi 7,82% (yoy) dari 7,01% (yoy) di
triwulan sebelumnya. Peningkatan kredit korporasi ini terutama didorong oleh
peningkatan penyaluran kredit kepada sektor transportasi dan sektor
perdagangan. Namun demikian, kredit ke sektor utama Jawa Timur yakni sektor
industri pengolahan masih terus melambat. Ditengah peningkatan kredit
korporasi, kualitas kredit justru turun tercermin melalui peningkatan rasio NPL
dari 2,19% menjadi 2,31%, dengan NPL tertinggi terjadi pada sektor konstruksi
meskipun turun dibanding triwulan sebelumnya (dari 7,19% menjadi 6,38%).
Kinerja kredit sektor rumah tangga (RT) pada triwulan II 2016 melambat dari
10,12% (yoy) menjadi 9,77% (yoy) terutama didorong oleh perlambatan kredit
pemilikan komputer dan alat komunikasi, kredit pemilikan furniture dan
peralatan RT, kredit kendaraan bermotor-KKB serta kredit pemilikan rumah-KPR.
Di tengah perlambatan penyaluran kredit RT tersebut, rasio NPL RT masih terjaga
di bawah 5% dan stabil dibanding triwulan I 2016 yaitu di level 1,23%.
5. Penyelenggaraan
Sistem Pembayaran
Nominal transaksi tunai Jawa Timur triwulan II 2016
turut meningkat dari 3,11% (qtq) menjadi 45,20% (qtq), sejalan dengan
peningkatan konsumsi masyarakat menghadapi momen lebaran dan libur sekolah.
Secara spasial, peningkatan nominal transaksi tunai terjadi pada seluruh
wilayah kerja Bank Indonesia khususnya Kota Kediri, yakni dari -3,37% (qtq)
menjadi 70,04% (qtq). Sementara itu, netoutflow juga terjadi pada seluruh
wilayah kerja dengan rasio outflow terhadap inflow yang paling tinggi terjadi
pada Kota Kediri (278,13%), sedangkan rasio outflow terhadap inflow terendah
terjadi di Kota Jember (143,10%).
Peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat triwulan II
2016 tidak diiringi dengan peningkatan nominal dan volume transaksi Sistem
Kliring nasional Bank Indonesia (SKNBI). Transaksi SKNBI mengalami penurunan
baik secara nominal (0,79%, qtq) maupun volume (0,16%, qtq ). Begitu pula jika
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, kinerja kliring menurun
cukup signifikan. Nominal kliring mengalami penurunan sebesar 7,97% (yoy),
sementara volume kliring turun sebesar 8,35% (yoy). Secara spasial, Kota
Surabaya memiliki transaksi kliring terbesar di Jawa Timur dengan share nominal
dan volume kliring mencapai 79%.
6. Ketenagakerjaan
dan Kesejahteraan Masyarakat
Sesuai release data dari Badan Pusat Statistik (BPS)
Provinsi Jawa Timur, periode data bulan Februari 2016, ketenagakerjaan di Jawa
Timur sedikit membaik jika dibandingkan periode sebelumnya (Agustus 2015).
Perbaikan kondisi tersebut tercermin pada beberapa angka yang menjadi
indikatornya, diantaranya peningkatan jumlah angkatan kerja sebesar 1,10% dari
20,3 juta orang menjadi 20,5 juta orang. Peningkatan jumlah angkatan kerja
tersebut diikuti dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja sebesar 1,45% (dari
19,4 juta orang yang bekerja menjadi 19,6 juta orang). Perbaikan angka
penyerapan tenaga kerja diikuti pula dengan penurunan angka pengangguran
terbuka (TPT) sebesar 0,33 poin persen dari 4,47% menjadi 4,14%.
Pada triwulan II 2016, indikator kesejahteraan
masyarakat pedesaan baik NTP maupun NTN di Jawa Timur masing-masing mengalami
peningkatan. NTP meningkat sebesar 0,8% dari 103,77 di triwulan I 2016 menjadi
104,59, sedangkan NTN meningkat sebesar 4,7%, dari 107,61 menjadi 112,68.
Peningkatan NTP dan NTN tersebut didorong oleh peningkatan NTP dan NTN di
hampir semua subsektor, didorong peningkatan penerimaan karena faktor Ramadhan
dan Lebaran.
Jumlah penduduk miskin di Jawa Timur periode data
Maret 2016 ( release BPS Jawa Timur) sebesar 4,7 juta orang, turun 1,79%
dibandingkan tahun 2015 yang berjumlah 4,8 juta orang. Selain jumlah penduduk
miskin, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
juga menurun masingmasing sebesar 0,08 poin dan 0,05 poin. Penurunan kedua
indeks tersebut mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin
cenderung mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran diantara
penduduk miskin juga semakin menyempit
7. Prospek Ekonomi
dan Inflasi triwulan II 2016
Perekonomian Jawa Timur pada triwulan II 2016 diperkirakan terakselerasi
dibandingkan triwulan I 2016, yaitu tumbuh di kisaran 5,4%-5,8% (yoy). Dari
sisi permintaan, peningkatan pertumbuhan konsumsi swasta seiring peningkatan
consumercon fidence beserta masih tingginya kinerja investasi diperkirakan
menjadi penopang pertumbuhan ekonomi. Tingginya kinerja investasi ini didasari
oleh dimulainya realisasi proyek infrastruktur pemerintah pada pertengahan
tahun sebagai dampak adanya lelang dini yang dilakukan di akhir tahun 2015.
Sementara itu dari sisi penawaran, peningkatan kinerja sektor pertanian,
industri pengolahan, dan konstruksi diperkirakan menjadi pendorong akselerasi
perekonomian Jawa Timur di triwulan II 2016.
Mencermati
perkembangan inflasi terkini dan tracking beberapa indikator harga, inflasi
Jawa Timur pada triwulan II 2016 diperkirakan secara tahunan (yoy) berada di
kisaran 3,0% - 3,4%. Tekanan inflasi volatile food bersumber dari potensi
kenaikan harga pangan akibat peningkatan permintaan musiman pada periode puasa
dan Lebaran. Sementara, faktor penahan inflasi bersumber dari panen raya padi
yang berlangsung pada April-Mei. Tekanan inflasi pada kelompok administered
prices diperkirakan relatif stabil. Tekanan inflasi masih bersumber dari
penyesuaian tarif rokok sebagai respon atas kenaikan tarif cukai sebesar 11,69%
di awal 2016. Inflasi kelompok inti pada triwulan II 2016 diperkirakan
meningkat, namun pada tingkat yang moderat. Tekanan inflasi bersumber dari
kenaikan harga gula pasir seiring menurunnya produktivitas akibat faktor cuaca
dan meningkatnya ekspektasi serta permintaan masyarakat menjelang Ramadhan dan
Lebaran.
8. Prospek Ekonomi dan Inflasi Tahun 2016
Di
sepanjang tahun 2016, diperkirakan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur akan mencapai
5,5%-5,9% (yoy). Level pertumbuhan tersebut cenderung meningkat dibandingkan
tahun 2015 yang sebesar 5,44% (yoy). Dari sisi permintaan, perbaikan ekonomi
Jawa Timur di tahun 2016 diperkirakan didorong oleh realisasi investasi
bangunan yang meningkat, seiring adanya komitmen pemerintah daerah maupun pusat
untuk terus mendorong pembangunan infrastruktur pendukung transportasi, seperti
pelabuhan, kereta api, serta angkutan darat dan udara. Di sisi penawaran,
kinerja sektor utama menunjukkan peningkatan yang relatif signifikan. Di sektor
pertanian, El Nino cukup berdampak terhadap kinerja sektor pertanian di
triwulan I 2016. Walaupun demikian, pola tanam dan pola panen sudah berjalan
sesuai dengan pola di tahun 2015, sehingga diharapkan tidak mengganggu
pertumbuhan di sektor ini secara keseluruhan tahun. Perbaikan consumer confidence
dibandingkan tahun 2015 diharapkan juga dapat mendorong akselerasi produksi di
sektor industri pengolahan. Sementara itu, kinerja sektor perdagangan
diharapkan dapat terdorong oleh subsektor perdagangan besar akibat membaiknya
permintaan mitra dagang utama internasional Jawa Timur.
Tekanan
inflasi Jawa Timur di tahun 2016 diperkirakan sesuai dengan sasaran inflasi
nasional yaitu di kisaran 4% + 1%. Pendorong utama inflasi adalah penyesuaian
pada berbagai tarif administered . Dari kelompok administered prices , tekanan
inflasi diperkirakan akan meningkat seiring berbagai kebijakan penyesuaian
kebijakan administered prices pemerintah, antara lain seperti penyesuaian tarif
listrik golongan rumah tangga 1.300 VA dan 2.200 VA sesuai harga keekonomiannya
yang telah terjadi di triwulan I 2016 dan kenaikan tarif cukai rokok sebesar
11,69% pada awal tahun. Dari kelompok volatile food , gangguan cuaca El Nino yang berdampak pada mundurnya panen raya padi di triwulan I
2016, kemungkinan musim hujan yang
berakhir lebih cepat, serta musim kemarau di tahun 2016 lebih panjang dari pola
normalnya, berpotensi mengganggu produksi pertanian pangan Jawa Timur di tahun
2016 dan meningkatkan inflasi volatile food . Dari sisi permintaan domestik (
core inflation ), tekanan inflasi tahun 2016 diperkirakan meningkat pada level
yang moderat.
TABEL INDIKATOR EKONOMI
DAFTAR ISTILAH
Administered
price
Harga barang yang diatur oleh pemerintah, misalnya
harga bahan bakar minyak dan tarif dasar listrik.
APBD Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan setujui
bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
BI Rate
Suku bunga referensi kebijakan moneter dan
ditetapkan dalam Rapat Dewan Gubernur setiap bulannya.
BI - RTGS Bank
Indonesia
Real Time Gross Settlement , yang merupakan suatu
penyelesaian kewajiban bayar-membayar ( settlement) yang dilakukan secara on -
line atau seketika untuk setiap instruksi transfer dana.
Bobot inflasi
Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas
terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan yang diperhitungkan dengan melihat
tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.
Dana Pihak
Ketiga (DPK)
Simpanan pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari
giro, tabungan dan simpanan berjangka (deposito).
Ekspor dan Impor
Dalam konteks PDRB adalah mencakup perdagangan
barang dan jasa antar negara dan antar provinsi.
Financing to Deposit
Ratio (FDR) a t au Loan to Deposit Ratio (LDR)
Rasio pembiayaan atau kredit terhadap dana pihak
ketiga yang diterima oleh bank, baik dalam rupiah dan valas. Terminologi FDR
unuk bank syariah, sedangkan LDR untuk bank konvensional.
Imported inflation
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu inflasi yang
berasal dari pengaruh perkembangan harga di luar negeri (eksternal).
Indeks
Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK, indeks yang menunjukkan
level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang
dengan skala 1 100.
Indeks Kondisi
Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK, indeks yang menunjukkan
level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saa ini dengan skala 1 100.
Indeks Keyakinan
Konsumen
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen
terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan
mendatang dengan skala 1 100.
Inflasi IHK
Kenaikan harga barang dan jasa dalam satu periode
yang diukur dengan perubahan indeks harga konsumen (IHK), yang mencerminkan
perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat luas.
Inflasi Inti
Inflasi
IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan
administered prices.
Inflow
Uang yang diedarkan aliran masuk uang kartal ke Bank
Indonesia.
Investasi
Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan
produksi
Kredit
Penyediaan uang atau tagihan yang sejenis,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertenttu dengan pemberian bunga, termasuk
Pembelian surat berharga nasabah yang dilengkapi dengan note purchase agreement
(NPA)
Pengambilan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang.
Loan to Deposit
Ratio (LDR) atau Financing to Deposit Ratio (FDR)
Rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga yang
diterima oleh bank. Terminologi FDR untuk bank syariah, sedangkan LDR untuk
bank konvensional.
Loan to Funding
Ratio (LFR)
Rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga dan
surat berharga yang diterbitkan bank.
Liaison
Kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi
yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan secara periodik melalui
wawancara langsung kepada pelaku ekonomi mengenai perkembangan dan arah
kegiatan ekonomi dengan cara yang sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk
laporan.
mtm
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan
dengan bulan sebelumnya
Net Inflow
Uang yang diedarkan inflow lebih besar dari outflow.
Non Performing
Financing (NPF) atau Non Performing Loan (NPL)
Rasio pembiayaan atau kredit macet terhadap total
penyaluran pembiayaan atau kredit oleh bank, baik dalam rupiah dan valas,
Terminologi NPF dan pembiayaan untuk bank syariah, sedangkan NPL dan kredit
untuk bank konvensional.Kriteria NPF atau NPL adalah (1) kurang lancar, (2)
diragukan dan (3) macet.
Omset
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali
proses produksi
Outflow
Aliran keluar uang kartal dari Bank Indonesia.
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi
suatu daerah seperti hasil pajak daerah, restribusi daerah, hasil perusahaan
milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
qtq Quarter to
quarter
.
Perbandingan antara data satu triwulan dengan
triwulan sebelumnya.
Real Time Gross
Settlement (RTGS)
Sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian
setiap transaksinya dilakukan dalam waktu seketika.
Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
Sistem pertukaran data keuangan elektronik dan/atau
warkat antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah
yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.
Volatile Food
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk
komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor
tertentu.
yoy Year on year .
Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
·
https://m.detik.com/news/berita-jawa-timur/3110308/pendapatan-kas-daerah-pemprov-jatim-2015-melebihi-target
diakses pada tanggal 31 Maret 2015
·
https://bappeda.jatimprov.go.id/bappeda/wp-content/uploads/2015/09
diakses pada bulan September 2015
·
http://aku4shared.blogspot.com/2017/01/pertumbuhan-ekonomi-dan-ketimpangan.html diakses
pada bulan Januari 2017